Hari demi hari
Laili lewati dengan terus menunggu Prayoga hingga akhirnya
dia bertemu dengan seorang wanita yang baik hati. Wanita itu adalah Diana
pemilik butik yang letaknya tak jauh dari pohon palem tempat Laili menunggu
Prayoga.
“Maaf,sedang apa
kamu disini nak? Nampaknya kamu sedang menunggu seseorang.” Sapa wanita itu
dengan penuh senyum manis di wajahnya.
Wajah Laili yang
kusam tak terawat itu kaget bukan kepalang. Dia baru sadar bahwa Diana ternyata
sudah lama mengetahui keadaannya yang selalu duduk di bawah pohom palem.
“Sa...saya” Laili
menjawab gugup.
“Jangan takut.
Siapa namamu?” Diana mengulurkan tangannya kepada gadis kusam di depannya itu.
Laili hanya mampu menggelengkan kepalanya dan menatap wajah Diana dengan
tatapan yang kosong. Laili memang sudah tidak waras lagi. Untuk mengingat
namanya saja dia tidak bisa.
“Apakah kamu punya keluarga disini?” Lagi-lagi Laili hanya menggelengkan
kepalanya.
“Kalau kamu tidak punya keluarga disini,lebih baik ikut saya pulang ke rumah.”
Bujuk Diana.
Diana memang wanita yang baik dan suka membantu orang-orang yang membutuhkan
bantuannya. Apalagi dengan melihat keadaan Laili dia merasa berdosa jika
membiarkan gadis itu terus menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Laili yang
lugu itu mengangguk saja ketika Diana membujuknya untuk ikut bersamanya.
“Ini rumah saya. Saya tinggal hanya berdua dengan suami. Saya harap kamu mau
dan akan betah tinggal disini.”
“Heeheee tinggal disini ya.” Jawab Laili sambil nyegir dengan menggaruk-garuk
kepalanya yang ditumbuhi rambut-rambut tak terawat.
“Anggap saja saya dan suami adalah orang tuamu.” Wajah polos dan kusam itu
hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Kamu mandi dulu ya sayang. Habis mandi ganti bajunya ya. Pilih saja baju yang
kamu suka di dalam lemari itu.” Menunjuk kearah lemari kaca yang dipenuhi
gaun-gaun cantik.
oOo
“Mas, aku mau ngomong sama kamu.”
“Iyea ada apa.”
“Mas tadi aku bertemu dengan gadis ya umurnya kira-kira 22 tahun. Setiap hari
aku sering melihatnya duduk di bawah pohon palem yang dekat Butik kita itu lo
Mas. Aku kasihan sama dia jadi aku membawanya kemari. Apa Mas tidak
keberatan?”
“Apa kamu yakin sayang. Apakah dia sebatang kara di Jakarta”
“Sepertinya begitu. Kasihan dia Mas. Dia sepertinya mengalami gangguan jiwa.”
“Ya kalau memang dia sebatang kara aku setuju saja kalau dia tinggal bersama
kita. Nanti biar aku bawa dia ketempat praktik aku sayang. Biar disana dia bisa
menjalankan terapi pengobatan jiwa.”
“Makasih ya Mas atas pengertiannya. Tapi Mas dia tidak ingat namanya siapa.
Sebaiknya biar kita yang memberinya nama.”
“Beri saja dia nama Sukma.”
Diana dan suaminya begitu prihatin dengan keadaan Laili. Hingga mereka bertekad
untuk memasukkan Laili kerumah pengobatan Jiwa yang kebetulan Bram suami Diana
sendiri pemiliknya sekaligus yang akan menghipnoterapi Laili. Laili menjalankan
terapi itu kurang lebih 6 tahun. Disana Laili tidak hanya melakukan terapi
namun juga ada siraman rohani setiap akhir pekan agar jiwa para pasien kembali
bersih dari berbagai gangguan jiwa yang selalu menghantui kehidupan mereka
termasuk Laili.
Hari demi hari terlewati hingga akhirnya Laili benar-benar di nyatakan sembuh
total dari gangguan jiwa yang di alaminya cukup lama itu. Bram dan Diana begitu
antusias menyambut kedatangan anak angkatnya itu.
“Bagaimana keadaan mu Sayang.” Sapa wanita itu dengan lembut.
“Alhamdulillah sekarang saya sudah baikan.”
Penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya. Dia bukanlah lagi Laili yang dulu.
Laili yang kusam dan gila. Namun sekarang dia adalah gadis yang sangat cantik
di tambah busana muslimah yang dia kenakan. Sekarang Laili benar-benar merubah
penampilannya 180 derajat.
“Ayah, Ibu, makasih atas kebaikannya selama ini. Karna kebaikan hati kalianlah
saya bisa sembuh dari gangguan jiwa itu.”
“Kami ikhlas dengan semua ini sayang. Kamu sudah kami anggap sebagai anak
sendiri. Jadilah anak yang baik dan lupakan saja masa lalumu yang suram itu.
Masa lalu hanya akan membuat hidupmu hampa jika kamu tidak berusaha untuk
melupakannya.” Ucap Diana dengan bijaksana.
“Ya sekarang saya sadar bahwa selama ini saya terlalu berharap pada cinta
Prayoga yang jelas-jelas telah memilih gadis lain yang lebih sepandan untuk
bersanding bersamanya.”
Semenjak menjalani perawatan Laili memang sudah banyak berubah dan menyadari bahwa
cintanya pada Prayoga hanyalah cinta yang semu.
Malam yang indah dengan taburan bintang di langit. Namun tak seindah perasaan
Laili yang sekarang telah berubah namanya menjadi Sukma semenjak dia tinggal
dengan keluarga barunya. Dia lebih senang merenung di pinggir kolam dari pada
menyambut tamu-tamunya. Padahal di rumahnya sedang di adakan acara syukuran
atas kesembuhannya. Sukma masih termenung dalam lamunannya. Dia teringat
kembali peristiwa beberapa waktu silam di mana benih-benih cintanya tumbuh
bersama Prayoga.
oOo
“Permisi nona bolehkah saya bertanya.” Seorang lelaki muda dan tampan berbicara
dari dalam mobil BMW yang mendarat di sampingnya. Tepat di bawah pohon Palem di
mana Gadis itu berdiri.
“Iyea. Apa yang bisa saya lakukan?” Gadis itu menoleh lalu terdiam kaku melihat
lelaki tampan sedang berbicara kepadanya.
“Saya mau tau Toko Sepatu Andira itu dimana ya? Dari tadi saya
keliling-keliling daerah sini tapi enggak ketemu juga. Kata teman saya ada
disekitar sini.”
Gadis yang berasal dari Desa itu tersenyum geli.
“Kenapa kamu tersenyum? Apa kamu juga tidak tau?”
“Apa Mas ini yakin Toko itu ada di daerah sini. Setau saya Toko Sepatu Andira
itu letaknya di Jl. Tunas Bangsa. Kalau ini namanya Jl. Bunga Bangsa. Jadi Mas
salah alamat. Kalau dari sini Mas jalan lurus nanti ada pertigaan belok aja
kekiri. Lalu lurus lagi nah nanti akan ketemu kok Tokonya.”
“Wah saya jadi malu ni ternyata salah alamat. Hehe.”
“Ah tidak apa-apa. Itu hal yang biasa kok.” Gadis itu menebar senyuman
polosnya.
“Terima kasih atas bantuannya. Ini kartu nama saya. Jika kamu minta bantuan
hubungi saja saya oke. Kalau boleh bertemu lagi, lain kali saya akan kesini
lagi tapi bukan untuk bertanya jalan melainkan untuk bertemu kamu.”
“Ya boleh saja..”
Begitulah pertemuan pertama mereka yang terkesan lucu dan singkat. Namun saat
itu Lalili sudah merasa ada getaran di dalam dadanya. Dia merasakan jatuh cinta
pada pandang pertamanya. Rasa itu semakin menjadi-jadi ketika mereka sering
bertemu di tempat yang sama dan saling mengungkapkan perasaan hingga akhirnya
Prayoga mengucap janji yang sangat mendalam pada Laili.
“Sudah banyak aku menemukan gadis-gadis di Jakarta tapi baru kali ini aku
menemukan gadis yang sopan serta sederhana sepertimu. Laili percayalah bahwa
aku mencintaimu.”
“Jangan menaruh harapan yang lebih pada gadis desa seperti saya. Kita ini
berbeda. Kamu adalah orang kaya. Orang berdasi dan mempunyai rumah bagai
istana. Sementara aku hanyalah gadis desa yang miskin. Aku tidak pantas
mendapatkan cintamu.”
“Cinta tidak mengenal status sosial.”
“Ya itu menurutmu. Tapi bagaimana dengan orang tuamu. Mereka tidak mungkin bisa
menerima kehadiranku dalam kehidupanmu.”
“Laili aku mohon percayalah. Aku mencintaimu dengan segenap ragaku. Orang
tuanku pasti bisa menerima kehadiranmu. Laili aku akan menikahimu sepulang aku
dari Bandung nanti. Aku saat ini harus mengurus perusahaan Ayah di sana. Tapi
aku berjanji akan meminangmu setelah aku pulang nanti di tempat dimana kita
pertama kali bertemu.”
“Berapa lama aku harus menunggumu.”
“Aku pastikan dalam waktu 3 bulan kita akan bertemu lagi disini. Laili ingatlah
janjiku ini. Aku mencintaimu.”
Semua tutur kata yang diucapkan Prayoga telah tersimpan dalam memorinya. Dia
benar-benar yakin bahwa Prayoga akan menikahinya. Prayoga memang pria yang
baik. Namun sayang sepulang dari Bandung ketika Prayoga meminta izin untuk
menikahi Laili, Ayahnya menentang dengan keras dan sama sekali tidak menyetujui
itu semua. Akhirnya Prayoga tidak bisa menepati janjinya. Namun Lailli tidak
mengetahui ini semua sehingga dia tetap menunggu kedatangan Prayoga yang akan
menikahinya sesuai dengan janjinya beberapa waktu yang lalu. Prayoga tidak bisa
menentang Ayahnya karna dia tidak ingin menjadi anak yang durhaka. Namun dia
juga tidak sempat memberitahu Laili bahwa dia tak bisa menepati janjinya.
Sungguh jika Laili mengetahui ini semua, dia akan merasa sangat kecewa. Namun
sekarang Laili bahkan tidak mengetahui itu dan tetap menunggu Prayoga setiap
hari di bawah pohon Palem hingga jiwanya terguncang.
oOo
“Selamat ya Diana atas kesembuhan putrimu.” Sapa seorang lelaki pada Diana yang
berdiri di samping suaminya sembari mengucapkan selamat.
“Oh,ya Pak Salman. Terima kasih sudah mau datang jauh-jauh kesini. Bukankah
sekarang Pak Salman sekeluarga sudah pindah ke Bandung? Tapi masih sempat
mampir ke Jakarta buat menghadiri acara syukuran ini.”
“Ya tentu saja. Lagi pula sekalian silaturahmi dan saya juga pengen ketemu
dengan putri angkatmu itu. Pasti dia Gadis yang cantik dan sopan santun
sepertimu. Oyea dimana dia?
“Dia ada di halaman belakang. Saya dan Mas Bram sangat senang Sukma mau tinggal
di sini dan bersedia menjadi anak angkat kami.”
“Apakah dia Gadis yang baik? Maaf maksud saya apakah dia bisa menyesuaikan diri
dengan kehidupan kalian?”
“Ya tentu saja. Walaupun dulu dia terlihat sangat kumal dan tidak tata tertib,
tapi sekarang dia sudah bisa menyesuaikan diri bahkan tidak sulit untuknya.”
“Diana boleh kah saya dan Yoga bertemu dengannya?”
“Boleh saja. Tapi malam ini sepertinya dia tidak ingin di ganggu. Tapi jika
memang ingin melihatnya silakan saja ke halaman belakang.”
“Wah jadi tidak enak saya jadinya. Padahal saya ingin sekali melihatnya. Siapa
tau bisa menarik hati saya untuk di jadikan menantu. Hehe.”
“Ah Pak Salman ini bisa saja. Ya kalau memang mereka cocok dan saling suka ya
kenapa tidak. Hanya saja sekarang Sukma belum memikirkan tentang lelaki.
Mungkin trauma yang dalam hidupnya. Bagaiman kalau Nak Yoga saja yang kesana
biar Ayah mu ngobrol-ngobrol dulu sama saya.”
“Yoga ayo kesana. Hibur Sukma. Siapa tau kalian bisa saling akrab.”
“Tapi saya...” Prayoga mencoba mengelaknya namun tidak bisa.
“Ayolah Nak Yoga.”Tambah Bram yang juga membujuk Yoga untuk menemui Sukma.
Dengan hati yang terpaksa, Yoga pun menemui Sukma. Namun mustahil bagi Yoga
untuk bisa menyukai Sukma meskipun Sukma itu cantik bagai bidadari karna di
hatinya masih mencintai sosok Gadis desa yang beberapa waktu lalu di kenalnya.
Yoga mencoba menyapa Sukma yang duduk memblakanginya di depan kolam ikan.
“Maaf, Apakah kamu Sukma?”
“Iyea. Siapa kamu dan mau apa?” Jawabnya tanpa memandang kebelakang.
“Saya.... Pra,”
Belum sempat Prayoga menyebutkan namanya namun Sukma langsung pergi meninggalkannya
tanpa melihat dulu ke arah pria yang berdiri di belakangnya.
“Tunggu...Kenapa kamu pergi.”
“Tolong jangan ganggu saya. Siapapun kamu.” Teriak Sukma sambil berlari
menjauhi Prayoga.
“Tunggu Sukma. Kenapa kamu menjauh. Saya hanya ingin berkenalan dengan mu apa
itu salah.”
Sukma terus berlari tanpa menghiraukan apa yang di ucapkan Prayoga. Dia mencari
tempat yang nyaman untuk menyendiri selain di kolam ikan. Andai saja dia tau
bahwa pria itu adalah Prayoga pasti dia akan sangat bahagia. Namun sayang
keduanya tidak sempat bertatap muka. Mungkin di lain waktu Tuhan akan
mempertemukan mereka kembali dengan suasana yang lebih indah.
Pak Salman, Ayah Prayoga sangat penasaran dengan Sukma. Menurut Diana dan Bram,
Sukma adalah gadis yang pandai meski pendidikannya rendah. Dia baik, sopan
santun dan lemah lembut. Pak Salman makin yakin bahwa Sukma adalah perempuan
yang pas untuk anaknya Prayoga. Meski pendidikannya rendah, tetapi dia adalah
anak orang kaya walaupun anak angkat dan sepandan dengan mereka. Dia bertekad
untuk menjodohkan Prayoga dengan Sukma. Dia yakin Prayoga akan menyukai gadis
itu dan bisa melupakan bayangan Laili yang dulu pernah ada. Diana dan Bram
tidak keberatan dengan usul itu. Karna itu bukanlah hal yang buruk. Jika Sukma
suka maka mereka akan setuju-setuju saja. Dan mereka juga mengetahui bahwa
Prayoga adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Kedua orangtua itu
bersepakat ingin mempertemukan Sukma dan Prayoga secepat mungkin agar keduanya
bisa saling mengenal.
oOo
“Yoga, Ayah mau menikah.” Ucap laki-laki berkumis itu dengan suara datar.
“Dengan siapa Ayah. Saya tidak bisa menikah selain dengan Laili.”
“Cukup Yoga !!! Buat apa kamu mengingat-ingat dia lagi. Lupakanlah gadis
kampung itu. Buka matamu lebar-lebar. Sukma jauh lebih baik dari pada Laili.
Sukma mempunyai masa depan yang cerah karna dia hidup dengan keluarga yang
terpandang. Dia juga gadis yang cerdas. Kamu akan menyesal jika menolak perjodohan
ini.”
“Terserahlah.”
Prayoga hanya bisa pasrah dengan Sukma yang tidak ingin mengecewakan hati
orang-orang yang sudah baik kepadanya selama ini.
oOo
Hari pertemuan itu telah tiba. Kedua keluarga ini sedang asik berbincang-bincang.
Mereka sangat banhagia apa lagi jika bisa jadi besanan. Namun tidak untuk
Prayoga dan Sukma. Yoga hanya diam terpaku di atas kursi dan tenggelam di
antara suara-suara yang menjengkelkan baginya. Sementara Sukma merenung menatap
indahnya bunga-bunga di taman belakang.
“Nak Yoga, coba kamu temui Sukma di taman belakang.”
“Baik Tante.”
Suasana malam yang sepi dan sunyi mewakili perasaan keduanya yang tidak pernah
menginginkan perjodohan ini. Semilir angin yang berhembus juga membawa perasaan
mereka untuk merelakan semua ini. Prayoga menghampiri Sukma yang duduk di taman
belakang. Prayoga belum berani bertatap muka dengan gadis itu sehinngga dia
hanya berbicara dari belakang dan begitu pun sebaliknya.
“Maaf Sukma. Bolehkah saya bertanya?”
“sIlakan. Tanyakan apa saja yang ingin kamu tanyakan terhadap saya.”
“Kenapa kamu menerima perjodohan ini. Bukankah kamu punya hak untuk
menolaknnya. Lagi pula banyak pria yang jauh lebih baik dari saya.”
“Kenapa kamu juga tidak menolaknya. Bukankah kamu juga punya hak sebagai
seorang anak. Kamu pikir saya senang dengan semua ini. Jika bisa ditolak maka
akan saya tolak. Tapi semua itu tidak mungkin saya lakukan karna saya tidak
ingin mengecewakan orang tua angkat saya.”
“Saya tidak bisa menolak keinginan Ayah. Ayah mempunyai penyakit jantung. Jika
saya menolaknnya bisa saja tiba-tiba terjadi padanya. Tapi apa kamu tidak
memikirkan bagaimana sebuah hubungan rumah tangga akan terjalin dengan baik jika
di antara kita tidak adanya rasa cinta.”
“Demi kebahagiaan mereka, saya rela dan ikhlas. Saya yakin kita pasti bisa
menjalaninya jika kita ikhlas menerimanya. Buat apa mencintai seseorang tapi
jika kita tidak bisa memilikinya bahkan cinta hanya akan membuat kehidupan
menjadi hancur.”Airmata mulai berjatuhan di pipi lembutnya.
“Apa maksudmu? Tapi dengan mencintai kita akan lebih nyaman menjalani semua
ini.”
“Jika kamu berpikir seperti itu apakah kamu bisa mencintaiku? Tidakkan. Cinta
hanyalah sebuah luka. Cinta pernah merubah jiwa saya menjadi gila dan melupakan
semuanya. Saya benci cinta. Saya yakin akan bahagia walau tidak dengan
mencinta.”
“Tapi saya tidak bisa. Saya hanya mencintai seseorang yang dulu pernah mengisi
kehidupan saya. Mungkin kamu bisa menjalani ini semua tapi saya tidak.”
“Kenapa kamu terima perjodohan ini jika kamu hanya ingin menikah dengan
wanita itu.”
“Percuma Sukma. Orang tua saya tidak pernah menyetujui hubungan kami hingga aku
harus meninggalkannya pergi. Entah bagaimana keadaannya sekarang dan saya juga
tidak tau di mana dia sekarang.”
Ada getaran yang dasyat di hati Sukma ketika laki-laki di belakangnya itu
mengatakan hal yang pernah di alaminya dulu. Sukma terdiam dan menutup matanya
lalu perlahan butiran bening itu turun di wajah cantiknya.
“Andai saya bisa bertemu dia lagi. Saya ingin meminta maaf padanya. Saya juga
ingin dia tau bahwa saya selalu mencintainya. Tak peduli dengan restu oranng
tua. Saya akan selalu mencinntainya.”
“Jika hatimu tidak bisa menerima perjodohan ini, maka pergilah. Carilah wanita
itu. Kita batalkan saja ini semua..hikssshikss.”
Sukma mencoba untuk pergi namun Prayoga menarik tangannya. Dan saat itulah mereka
saling memandang. Mata Sukma terus mengalirkan bululiran bening itu. Dia
terdiam dan lkidahnya terasa sangat keluh. Apakah yang di hadapannya ini
benar-benar Prayoga yang telah membuatnya gila dulu atau Cuma seseorang yang
mirip dan ditakdirkan Tuhan untuk bertemu dengannya. Apakah semua ini takdir?
Apakah semua ini hanya kebetulan? Batinnya. Begitupan dengan Yoga yang diam
membisu. Setelah beberapa menit senyap tanpa kata, Yoga mulai mengeluarkan
suaranya uang terdengar kaku.
“Sukma....Wajahmu. Wajahmu mirip kekasihku dulu. Kau mengingatkan aku dengan
Laili gadis yang sangat aku cintai.” Prayoga mencoba mengusap air mata Sukma.”
Sukma katakan padaku apa kamu benar-benar seorang Sukma. Kau begitu mirip
dengannya. Kenapa kamu menangis.”
“Kamu Prayoga? Lihatlah aku. Apa benar kamu Prayoga? Apa benar kamu masih
mencintai Aku. Aku ini Laili Ga.” Sukma menumpahkan semua air matanya.
“Benarkah kamu Laili. Kamu sungguh telah berubah..”
“Ya saya berubah semenjak kamu pergi hingga akhirnya saya bertemu dengan Bu
Diana. Menunggu cintamu adalah suatu kebodohan yang membuatku gila.”
“Maafkanlah diri ini Laili. Saya tidak pernah melupakanmu. Ini semua hanya
keadaan yang memaksaku untuk pergi.”
“Jika kamu masih mencintaiku tolong jangan tinggalkan aku lagi Yoga.”
“Hapuslah air matamu. Menikahlah denganku. Orang tuaku pasti akan menyetujui
kita Laili.”
Begitu kuat ikatan cinta mereka hingga Tuhan benar-benar mempersatukan mereka
kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar