Setiap hari aku selalu melihatnya di lingkungan kampus. Kalau
dilihat dari tampilannya, jelas dia bukanlah seorang mahasiswa sastra di
Fakultas Ilmu Budaya. Laki-laki dengan kulit hitam mengkilat, kukunya panjang
dan selalu membawa buntalan kain di sampingnya. Terkadang, aku ingin sekali
menyapanya. Namun, ada setetes rasa takut yang jatuh dari langit-langit hatiku.
Terbanyang-bayang jika tiba-tiba dia marah karena merasa terganggu dan langsung
menerkamku bagai harimau yang kelaparan. Tapi, ternyata aku salah. Sekarang,
aku berani katakan bahwa dia bukanlah orang gila.
Suatu hari, aku mencoba mendatanginya yang sedang duduk termangu di
pinggiran kampus. Dia tersenyum padaku dan tidak ada tingkah laku aneh yang
menunjukkan dia itu gila. Melihat keadaannya, aku jadi iba. Teringat jika yang
sedang duduk termangu itu adalah Ayah ku. Sungguh tidak tega rasanya melihat
keadaannya yang begitu memprihatinkan.
Sepertinya, laki-laki itu terlantar di Samarinda. Dia tidak mempunyai
rumah untuk berteduh. Sanak saudarapun sepertinya tidak ada. Hanya teras kampus
lah tempatnya melepas segalampenat dan kesedihan.
Aku tau bahwa kampus bukanlah tempat untuk persinggahan orang-orang
yang terlantar. Namun, selama dia tidak mengganggu aktivitas belajar mahasiswa,
bagiku itu tak mengapa jika dia menumpang “istirahat” di pinggiran kampus.
Hanya saja, setiap mahasiswa Faklutas lain yang datang ke FIB, mereka selalu
bertanya-tanya . ”Siapa Dia?” Ada yang bersikap biasa saja. Ada juga yang
menunjukkan sikap tidak sukanya.
Namun, seiring berjalannya waktu. Semua orang menjadi terbiasa
dengan kehadirannya. Ada juga yang mencoba mengajaknya untuk
berbincang-bincang. Ada rasa haru ketika wajah yang tampak kumal itu menoreh
seutas senyum kecil. Wajah yang selalu muram itu akhirnya tersenyum. Seperti
menemukan kehidupannya yang baru. Senyum indah yang bisa mengubah awan hitam
menjadi putih, mengubah badai menjadi pelangi dan mengubah debu menjadi salju.
Di akhir
Februari, tak kutemukan wajah itu lagi. Tak ada lagi awan putih yang
bergantungan, pelangi yang menghias langit dan salju-salju yang beberapa waktu
lalu menghias kampusku. Ke mana perginya semua
itu? Ke manakah perginya ia? Laki-laki misterius yang tak pernah ku tau
siapa namanya. Tak pernah pula ku tau dari mana asalnya. Dan aku pun tak tau
alasannya mengapa ia beberapa waktu lalu berada di kampusku. Kepergiannya memberikan berjuta tanda tanya
di akhir Februari...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar