Sabtu, 18 April 2015

Siapa DIa



Setiap hari aku selalu melihatnya di lingkungan kampus. Kalau dilihat dari tampilannya, jelas dia bukanlah seorang mahasiswa sastra di Fakultas Ilmu Budaya. Laki-laki dengan kulit hitam mengkilat, kukunya panjang dan selalu membawa buntalan kain di sampingnya. Terkadang, aku ingin sekali menyapanya. Namun, ada setetes rasa takut yang jatuh dari langit-langit hatiku. Terbanyang-bayang jika tiba-tiba dia marah karena merasa terganggu dan langsung menerkamku bagai harimau yang kelaparan. Tapi, ternyata aku salah. Sekarang, aku berani katakan bahwa dia bukanlah orang gila.
Suatu hari, aku mencoba mendatanginya yang sedang duduk termangu di pinggiran kampus. Dia tersenyum padaku dan tidak ada tingkah laku aneh yang menunjukkan dia itu gila. Melihat keadaannya, aku jadi iba. Teringat jika yang sedang duduk termangu itu adalah Ayah ku. Sungguh tidak tega rasanya melihat keadaannya yang begitu memprihatinkan.  Sepertinya, laki-laki itu terlantar di Samarinda. Dia tidak mempunyai rumah untuk berteduh. Sanak saudarapun sepertinya tidak ada. Hanya teras kampus lah tempatnya melepas segalampenat dan kesedihan.
Aku tau bahwa kampus bukanlah tempat untuk persinggahan orang-orang yang terlantar. Namun, selama dia tidak mengganggu aktivitas belajar mahasiswa, bagiku itu tak mengapa jika dia menumpang “istirahat” di pinggiran kampus. Hanya saja, setiap mahasiswa Faklutas lain yang datang ke FIB, mereka selalu bertanya-tanya . ”Siapa Dia?” Ada yang bersikap biasa saja. Ada juga yang menunjukkan sikap tidak sukanya.
Namun, seiring berjalannya waktu. Semua orang menjadi terbiasa dengan kehadirannya. Ada juga yang mencoba mengajaknya untuk berbincang-bincang. Ada rasa haru ketika wajah yang tampak kumal itu menoreh seutas senyum kecil. Wajah yang selalu muram itu akhirnya tersenyum. Seperti menemukan kehidupannya yang baru. Senyum indah yang bisa mengubah awan hitam menjadi putih, mengubah badai menjadi pelangi dan mengubah debu menjadi salju.
Di akhir Februari, tak kutemukan wajah itu lagi. Tak ada lagi awan putih yang bergantungan, pelangi yang menghias langit dan salju-salju yang beberapa waktu lalu menghias kampusku. Ke mana perginya semua  itu? Ke manakah perginya ia? Laki-laki misterius yang tak pernah ku tau siapa namanya. Tak pernah pula ku tau dari mana asalnya. Dan aku pun tak tau alasannya mengapa ia beberapa waktu lalu berada di kampusku.  Kepergiannya memberikan berjuta tanda tanya di akhir Februari...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar