Minggu, 20 Desember 2015

Analisi Prosa Anak Pada Cerpen Sepatu Melayang Karya Hikmatiara Frisca Abrori


Oleh
Rosita Armah
Mahasiswa Satra



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kehidupan anak-anak tidak luput dari cerita lucu, unik, bahkan menarik. Cerita-cerita itu biasanya berhubungan dengan imajinasi yang mereka kembangkan sendiri. Anak-anak sangat senang dengan cerita. Untuk itu, munculnya cerita yang dibuat khusus untuk anak-anak yang dinamakan cerita anak.
            Cerita atau sastra anak adalah sastra yang ditujukan khusus buat anak-anak. Karena isinya sesuai dengan kehidupan mereka. Cerita anak bisa dibuat oleh anak-anak ataupun orang dewasa.
Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak dituntut untuk dikemas dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak merupakan pembayangan atau pelukan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah temtu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya (Puryanto, 2008: 2).
Dalam makalah ini, akan dianalisis cerita anak yang berjudul Tragedi  Bitterbalen karya Violita Maulani Ayunindia secara struktural. Analisis terhadap cerita anak dilakukan agar kehidupan anak-anak yang terdapat dalam sastra anak bisa dipahami oleh pembaca khususnya orang dewasa.

1.2  Rumusan Masalah
                    Berdasarkan uraian dari lata belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana struktur Prosa anak pada cerpen Tragedi Bitterbalen karya Violita Maulani Ayunindia?
2.      Bagaimana kehidupan anak yang terungkap pada cerpen Tragedi Bitterbalen karya Violita Maulani Ayunindia?

BAB II
ANALISIS PROSA ANAK PADA CERPEN TRAGEDI BITTERBALEN KARYA VIOLITA MAULANI AYUNINDIA
2.1  Analisis Struktural Cerpen anak Tragedi Bitterbalen
2.1.1        Tema dan Amanat
Tema merupakan Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita.
Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, Cerpen Tragedi Bitterbalen mengangkat tema kecerobohan anak dalam memasak. Tema yang diungkappkan dalam cerpen, secara langsung dapat ditangkap oleh pembaca, khususnya anak-anak. Misalnya dalam kutipan berikut :
“Kebakaran!” teriakku spontan. Mama segera berlari ke kamar mandi dan mengambil seember air. Aku dan Alyssa segera mengikuti apa yang dilakukan mama ( KKPK: 109).
Atau pada kutipan berikut ini :
“Maafkan aku, Ma! Aku sudah ceroboh,” kataku masih menangis (KKPK: 111).
“Maafkan aku, Mama. Aku tadi lupa kalau sedang menggoreng Bitterbalen. Kalau Ayah marah gimana?” kataku sambil sesegukan (KKPK: 111)
Dari tiga kutipan di atas, tema yang diangkat dapat terlihat. Hal itu juga diperkuat dengan judul cerpen yang sesuai dengan isi cerpen yaitu Tragedi Bitterbalen. Judul dapat memberikan simboll terkait isi cerita.
Selain tema, dalam cerpen tersebut juga terdapat amanat. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implicit yaitu dengan cara memberikan ajaran moralatau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir. Dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran ataupun larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
Amanat yang dapat ditangkap dalam cerpen ini diperuntukkan untuk anak-anak. Khususnya anak-anak yang mulai suka dengan dunia masak memasak. Amanatnya adalah meninggalkan kompor dalam keadaan menyala dapat meneybabkan kebakaran. Selain itu, masakan yang dimasak juga akan gosong. Amanat ini dapat dilihat dari kutipan berikut :
“Kebakaran!” teriakku spontan. Mama segera berlari ke kamar mandi dan mengambil seember air. Aku dan Alyssa segera mengikuti apa yang dilakukan mama ( KKPK: 109).
Atau pada kutipan berikut ini :
“Untung saja gasnya tidak meledak. Karena jika meledak api akan lebih cepat menjalar ke seluruh rumah! Dan bisa membakar rumah tetangga.: kata mama yang sudah mulai tenang (KKPK: 111).
2.1.2        Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan ciptaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau kejadian dalam sebuah cerita. Pada umumnya, tokoh berwujud manusia. Namun, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diberi sifat  seperti manusia.
Tokoh yang ada dalam cerpen Tragedi Bitterbalen adalah sebagai berikut :
1)      Violita
Violita merupakan seorang anak yang ingin sekali belajar memasak. Berikut kutipannya :
“Iya, Ma, aku juga ingin membuat makanan yang ada di buku resep ini!” kataku mendukung Alyssa (Tragedi Bitterbalen: 106)
Violita juga digambarkan sebagai anak yang ceroboh. Berikut kutipannya :
“Maafkan aku, Ma! Aku sudah ceroboh,” kataku masih menangis (Tragedi Bitterbalen: 111).
Selain itu, Albionita juga digambarkan sebagai anak yang mau mengakui kesalahan. Berikut kutipannya :
“Aku minta maaf sebesar-besarnya, Yah. Karena lalai dan menyebabkan kebakaran sehingga dapur jadi hangus,” (Tragedi Bitterbalen: 113)
2)      Alyssa
Alyssa adalah adik perempuan Violita. Berikut kutipannya :
Suatu hari, mama meminjam buku-buk resep makanan dari tetangga. Aku dan Adikku, Alyssa, senang sekali. Buku itu membuat kami ngiler. Kalau dipraktikkan pasti kue-kue dan masakan itu sangat lezat (Tragedi Biiterbalen: 106).
Alyssa digambarkan sebagai adik yang perhatian. Berikut kutipannya L
Alyssa segera mengambil minum untukku agar aku tenang (Tragedi Bitterbalen: 111).
3)      Mama Violita
Mama Violita digambarkan sebagai wanita yang penyayang. Berikut kutipannya :
Mama dan Alyssa datang ke ruang keluarga langsung memelukku (Tragedi Bitterbalen: 113).
Selain itu, Mama Violita juga digambarkan sebagai orang yang penyabar dan bijak. Berikut kutipannya :
“Sudah, sudah ini menjadi pelajaran untuk Violita agar tidak ceroboh dan lebih berhati-hati,” kata Mama bijak (Tragedi Bitterbalen: 113).
4)      Ayah Violita
Ayah Violita merupakan sosok yang bijaksana. Berikut kutipannya :
Setelah tenang, Ayah menasihatiku bahwa bermain kompor sangat berbahaya. Kalau ingin memasak boleh saja, tapi jangan meninggalkan kompor tau minta ditemani Mama saja. Ayah menjelaskan bahwa bahaya kebakaran akibat kelalaian dapat mengancam bukan hanya korban harta, tapi juga korban jiwa (Tragedi Bitterbalen: 112-113).
Selain itu, Ayah juga orang yang pemaaf. Berikut kutipannya :
“Aku minta maaf sebesar-besarnya, Yah. Karena lalai dan meyebabkan kebakaran sehingga dapur jadi hangus,” kataku terbata-bata.
“Ayah memaafkan, tapi kamu harus lebih hati-hati lagi, ya!” kata Ayah (Tragedi Bitterbalen: 113).
2.1.3        Alur
Alur merupakan urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita . Alur yang digunakan dalam cerpen ini adalah alur maju. Hal ini terlihat dari kronologis cerita. Dari awal hingga alhir cerita, alur selalu digeraakkan oleh tokoh utama dan tidak menggunakan pembayangan masa lalu pada tokoh utama.
Berikut ini kronologis kejadian dari awal hingga akhir cerita :
1)      Mama meminjam nuku resep masakkan pada tetangga.
2)      Alvionita dan Alyssa meminta mama untuk mencoba salah satu resep masakkan.
3)      Mereka bertiga pergi ke pasar membeli bahan-bahan yang dibutuhkan.
4)      Mereka membuat kue Bitterbalen Udang Keju bersama-sama.
5)      Alviolita dan Alyssa membawa kue ke Sekolah.
6)      Banyak teman-temannya yang suka kue buatan mereka.
7)      Alyssa belajar matematika bersama Mama.
8)      Alvionita merasa sangat kelaparan.
9)      Alvionita menggoreng kue Bitterbalen yang ada di kulkas.
10)  Alvionita meninggalkan kompor menyala karena mengambil air minum.
11)  Mama dan Alyssa juga meminta diambilkan air minum.
12)  Mama mencium bau gosong.
13)  Alvionita berlari ke dapur di ikuti oleh Mama dan Alyssa
14)  Kebakaran terjadi.
15)  Mama memadamkan api dengan air.
16)  Api padam dan keadaan dapur berantakkan.
17)  Alvionita mulai menangis.
18)  Alvionita meminta maaf pada mama.
19)  Mereka membersihkan bekas-bekas kebakaran.
20)  Tiba-tiba Ayah datang.
21)  Mama menceritakan semua kejadian.
22)  Ayah memanggil Alvionita dengan nada kesal.
23)  Alvionita mendatangi Ayah dan mengakui kesalahannya.
24)  Ayah memberikan nasihat kepada Alvionita dan memaafkannya.
25)  Ayah memberikan usul untuk mengecat dapur bersama-sama.
26)  Semua setuju dengan usul Ayah.
27)  Hari minggu mereka mengecat tembok bersama-sama.
28)  Alvionita bersyukur mempunyai keluarga seperti Mama, papa, dan Alyssa.
Dari kronologis cerita di atas, terlihat bahwa tokoh utama, yaitu Alvionita, awalnya belajar memasak kue Bitterbalen bersama Alysaa pada Mama. Suatu sore, ketika Alyssa sedang mengerjakan PR bersama Mama. Alvionita merasa sangat lapar. Lalu, ia menggreng sisa kue Bitterbalen yang ada dikulkas. Karena meninggalkan kompor tetlalu lama, dapur pun kebakaran. Semua gosong dan berantakkan. Papa memberikan nasihat kepada Alvilita agar tidak mengulangi lagi perbuatannya lagi. Alvionita berjanji dan meminta maaf kepada Papa dan Mama atas kesalahannya.
Hal itu membuktikan bahwa alur yang digunakan  adalah alur maju.
2.1.4        Latar
Latar biasa disebut dengan setting. Latar adalah segala hal yang memeberikan keterangan tempat, waktu dan suasana di dalam cerita.
Latar tempat dalam cerpen ini hanya di rumah Alvionita dan di pasar. Kedua latar ini bisa dilihat dari kutipan berikut :
Pada hari Minggu, mama, Aku dan Alyssa pergi ke pasar untuk memberli udang, bawang bombay, dan keperluan lainnya (Tragedi Bitterbalen: 106-107).
Juga pada kutipan berikut ini :
Mama dan Alyssa mengikutiku berlari ke dapur. Ternyata, api sudah membesar dan mengenai atap rumah (Tragedi Bittebalen: 109).
Latar tempat juga bisa dilihat dari kutipan berikut ini :
Hari Minggu, kami membeli cat dan mengecat dapur bersama-sama (Tragedi Bitterbalen: 114).
Selain latar tempat, cerpen ini juga terdapat latar suasana. Suasana mencemaskan dan menegangkanyang terjadi ketika api melahap isi dapur. Berikut kutipannya :
“Kebakaran!” teriakku spontan.
Mama segera berlari ke kamar mandi dan mengambil  seember air. Aku dan Alyssa segera mengikuti apa yang dilakukan Mama (Tragedi Bitterbalen: 109).
Suasana takut juga tergambar ketika Ayah meminta Alviolita untuk menghadapnya. Berikut kutipannya :
“Ya Allah, semoga aku tidak dimarahi Ayah.” Doaku lirih. Kakiku melangkah menuju ruang keluarga. Kau terus komat-kamit berdoa kepada Allah (Tragedi bitterbalen: 112).
Selain latar tempat dan suasana, cerpen ini juga mempunyai latar waktu. Pertama, waktu hari Minggu. Berikut kutipannya :
Pada hari Minggu, mama, Aku dan Alyssa pergi ke pasar untuk memberli udang, bawang bombay, dan keperluan lainnya (Tragedi Bitterbalen: 106-107).
Kedua, pada waktu sore. Berikut kutipannya :
Suatu sore, mama sedang membantu Alyssa belajar Matematika di ruang keluarga (Tragedi Btterbalen: 108).
2.1.5        Gaya
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya.
Gaya pada cerita anak tentunya disesaikan dengan usia pembacanya. Cerpen ini memuat bahasa yang sangat mudah dipahami oleh para pembaca. Bahasanya ringan dan tidak berbelit-belit.
2.1.6        Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
Dalam cerpen ini, penulis menggunakan sudut pandang orang pertam. Kutipannya sebagai berikut :
Aku dan Alyssa meminta mama untuk mencoba salah satu resep makanan yang ada dibuku itu bersama-sama (Tragedi Betterbalen: 106).
BAB III
PENUTUP
 Dari hasil ananlisis prosa anak yaitu cerpen Tragedi Betterbalen Karya Alvionita MA dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      Umumnya, anak-anak bersifat serba ingin tahu. Anak-anak ditumbuhi rasa penasaran yang tingga akan suatu hal dan akan merasa puas setelah mencobanya.
2.      Pada cerpen Tragedi Betterbalen Karya Alvionita MA  dijelaskan dampak buruk dari kecerobohan seorang anak yang lalai dengan kompor. Kebakaran akan terjadi jika kompor dibiarkan menyala tanpa pengawasan.
3.      Amanat yang disampaikan dalam cerpen tersebut dapat memberikan nasihat kepada anak-anak akan bahaya menggunakan kompor sembarangan. Anak-anak akan mengerti bahwa kompor bukan untuk mainan. Jika ingin menggunakan kompor harus dalam pengawasan orang tua atau dengan lebih berhati-hati.
4.      Suasana yang tergambar saat Alvionita ketakutan karena ingin menghadap Ayahnya. Ini menunjukkan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Tidak boleh berbuat semaunya saja.

Referensi
Puryanto, Edi. 2008. Konsumsi Anak dalam Teks Sastra di Sekolah.
                 Makalah dalam Konferensi Internasional Kesusastraan XIX HISKL

Rosyid, Abdur. 2009.  Unsur-unsur Intrinsik dalam






Minggu, 10 Mei 2015

Bercinta Dengan-Mu

Oleh Rosita Armah

Pada malam yang gelap
Matahari pun tak ada
Hanya ada Kau dan aku
Antara sinaran cahaya cinta
Ku ingin bercinta dengan-Mu
Meluapkan semua perasaaku
Karena hanya Kau kekasih sejatiku
Ku bersimpuh di hadapan-Mu
Merasakan kasih sayang-Mu
Ku membisu
Di temani hembusan angin  malam
Ku menangis di hadapan-Mu
Agar Kau terima cintaku
Sebagai insan yang Kau kasihi
Ku mencintai_Mu
Dalam setiap detak jantungku
Hingga aliran darahku

Terhenti di penghujung waktu

Kata BAyi

Oleh Rosita Armah

Bunda...
Apakah aku salah
Berada dalam rahimmu
Meminta kasih dan perlindunganmu
Bunda...
Apakah aku salah
Berharap melihat samudra
Dan lautan yang luas
Saat aku lahir kelak
Tapi,,,
Kenapa bunda lakukan ini
Saat Tuhan izinkan aku ada
Saat aku ingin melihat senyum Bunda
Sakit..
Saat kau lakukan itu
Tubuhku terpotong-potong
Terseret oleh badai
Badai yang sangat kencang
Bunda...
Tuhan menyayangiku
Tapi, bunda

Tidak pernah mengharapkanku...

Perpisahan


Oleh Rosita Armah
Pada suatu masa
Aku teringat kembali
Saat Dia merenggutmu
Dari pelukanku
Awan hitam
Langit yang kelabu
Dan hujan badai
Menjadi  saksi peristiwa itu
Tulangku terasa retak
Ingin terhambur berderai dari tubuhku
Saat ku pandang tubuh kakumu
Jendela cinta yang tak mungkin terbuka lagi
Ooh mata yang sayu
Kulit kuning langsat
Tangan selembut sutra
Ucapan halus penggetar jiwa
Akan terpendam dalam gunung kepedihan
Ku yakin ini sebuah takdir
Yang telah Ia gariskan di lembaran masa
Tentang kisah kau dan aku
Yang terpisahkan oleh deraian hujan
Hanya do’a yang akan menghantarkanmu ke pusaran

Selamat berjumpa di masa yang lainnya....

Senin, 27 April 2015

Cinta Lama Bersemi Kembali

Hari demi hari Laili lewati  dengan  terus menunggu  Prayoga hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang wanita yang baik hati. Wanita itu adalah Diana pemilik butik yang letaknya tak jauh dari pohon palem tempat Laili menunggu Prayoga.
“Maaf,sedang apa kamu disini nak? Nampaknya kamu sedang menunggu seseorang.” Sapa wanita itu dengan penuh senyum manis di wajahnya.
Wajah Laili yang kusam tak terawat itu kaget bukan kepalang. Dia baru sadar bahwa Diana ternyata sudah lama mengetahui keadaannya yang selalu duduk di bawah pohom palem.
“Sa...saya” Laili menjawab gugup.
“Jangan takut. Siapa namamu?” Diana mengulurkan tangannya kepada gadis kusam di depannya itu.
          Laili hanya mampu menggelengkan kepalanya dan menatap wajah Diana dengan tatapan yang kosong. Laili memang sudah tidak waras lagi. Untuk mengingat namanya saja dia tidak bisa.
          “Apakah kamu punya keluarga disini?” Lagi-lagi Laili hanya menggelengkan kepalanya.
          “Kalau kamu tidak punya keluarga disini,lebih baik ikut saya pulang ke rumah.” Bujuk Diana.
          Diana memang wanita yang baik dan suka membantu orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Apalagi dengan melihat keadaan Laili dia merasa berdosa jika membiarkan gadis itu terus menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Laili yang lugu itu mengangguk saja ketika Diana membujuknya untuk ikut bersamanya.
          “Ini rumah saya. Saya tinggal hanya berdua dengan suami. Saya harap kamu mau dan akan betah tinggal disini.”
          “Heeheee tinggal disini ya.” Jawab Laili sambil nyegir dengan menggaruk-garuk kepalanya yang ditumbuhi rambut-rambut tak terawat.
          “Anggap saja saya dan suami adalah orang tuamu.” Wajah polos dan kusam itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
          “Kamu mandi dulu ya sayang. Habis mandi ganti bajunya ya. Pilih saja baju yang kamu suka di dalam lemari itu.” Menunjuk kearah lemari kaca yang dipenuhi gaun-gaun cantik.
oOo
          “Mas, aku mau ngomong sama kamu.”
          “Iyea ada apa.”
          “Mas tadi aku bertemu dengan gadis ya umurnya kira-kira 22 tahun. Setiap hari aku sering melihatnya duduk di bawah pohon palem yang dekat Butik kita itu lo Mas.  Aku kasihan sama dia jadi aku membawanya kemari. Apa Mas tidak keberatan?”
          “Apa kamu yakin sayang. Apakah dia sebatang kara di Jakarta”
          “Sepertinya begitu. Kasihan dia Mas. Dia sepertinya mengalami gangguan jiwa.”
          “Ya kalau memang dia sebatang kara aku setuju saja kalau dia tinggal bersama kita. Nanti biar aku bawa dia ketempat praktik aku sayang. Biar disana dia bisa menjalankan terapi pengobatan jiwa.”
          “Makasih ya Mas atas pengertiannya. Tapi Mas dia tidak ingat namanya siapa. Sebaiknya biar kita yang memberinya nama.”
          “Beri saja dia nama Sukma.”

          Diana dan suaminya begitu prihatin dengan keadaan Laili. Hingga mereka bertekad untuk memasukkan Laili kerumah pengobatan Jiwa yang kebetulan Bram suami Diana sendiri pemiliknya sekaligus yang akan menghipnoterapi Laili. Laili menjalankan terapi itu kurang lebih 6 tahun. Disana Laili tidak hanya melakukan terapi namun juga ada siraman rohani setiap akhir pekan agar jiwa para pasien kembali bersih dari berbagai gangguan jiwa yang selalu menghantui kehidupan mereka termasuk Laili.
          Hari demi hari terlewati hingga akhirnya Laili benar-benar di nyatakan sembuh total dari gangguan jiwa yang di alaminya cukup lama itu. Bram dan Diana begitu antusias menyambut kedatangan anak angkatnya itu.
          “Bagaimana keadaan mu Sayang.” Sapa wanita itu dengan lembut.
          “Alhamdulillah sekarang saya sudah baikan.”
          Penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya. Dia bukanlah lagi Laili yang dulu. Laili yang kusam dan gila. Namun sekarang dia adalah gadis yang sangat cantik di tambah busana muslimah yang dia kenakan. Sekarang Laili benar-benar merubah penampilannya 180 derajat.
          “Ayah, Ibu, makasih atas kebaikannya selama ini. Karna kebaikan hati kalianlah saya bisa sembuh dari gangguan jiwa itu.”
          “Kami ikhlas dengan semua ini sayang. Kamu sudah kami anggap sebagai anak sendiri. Jadilah anak yang baik dan lupakan saja masa lalumu yang suram itu. Masa lalu hanya akan membuat hidupmu hampa jika kamu tidak berusaha untuk melupakannya.” Ucap Diana dengan bijaksana.
          “Ya sekarang saya sadar bahwa selama ini saya terlalu berharap pada cinta Prayoga yang jelas-jelas telah memilih gadis lain yang lebih sepandan untuk bersanding bersamanya.”
          Semenjak menjalani perawatan Laili memang sudah banyak berubah dan menyadari bahwa cintanya pada Prayoga hanyalah cinta yang semu.
          Malam yang indah dengan taburan bintang di langit. Namun tak seindah perasaan Laili yang sekarang telah berubah namanya menjadi Sukma semenjak dia tinggal dengan keluarga barunya. Dia lebih senang merenung di pinggir kolam dari pada menyambut tamu-tamunya. Padahal di rumahnya sedang di adakan acara syukuran atas kesembuhannya. Sukma masih termenung dalam lamunannya. Dia teringat kembali peristiwa beberapa waktu silam di mana benih-benih cintanya tumbuh bersama Prayoga.
oOo
          “Permisi nona bolehkah saya bertanya.” Seorang lelaki muda dan tampan berbicara dari dalam mobil BMW yang mendarat di sampingnya. Tepat di bawah pohon Palem di mana Gadis itu berdiri.
          “Iyea. Apa yang bisa saya lakukan?” Gadis itu menoleh lalu terdiam kaku melihat lelaki tampan sedang berbicara kepadanya.
          “Saya mau tau Toko Sepatu Andira itu dimana ya? Dari tadi saya keliling-keliling daerah sini tapi enggak ketemu juga. Kata teman saya ada disekitar sini.”
          Gadis yang berasal dari Desa itu tersenyum geli.
          “Kenapa kamu tersenyum? Apa kamu juga tidak tau?”
          “Apa Mas ini yakin Toko itu ada di daerah sini. Setau saya Toko Sepatu Andira itu letaknya di Jl. Tunas Bangsa. Kalau ini namanya Jl. Bunga Bangsa. Jadi Mas salah alamat. Kalau dari sini Mas jalan lurus nanti ada pertigaan belok aja kekiri. Lalu lurus lagi nah nanti akan ketemu kok Tokonya.”
          “Wah saya jadi malu ni ternyata salah alamat. Hehe.”
          “Ah tidak apa-apa. Itu hal yang biasa kok.” Gadis itu menebar senyuman polosnya.
          “Terima kasih atas bantuannya. Ini kartu nama saya. Jika kamu minta bantuan hubungi saja saya oke. Kalau boleh bertemu lagi, lain kali saya akan kesini lagi tapi bukan untuk bertanya jalan melainkan untuk bertemu kamu.”
          “Ya boleh saja..”
          Begitulah pertemuan pertama mereka yang terkesan lucu dan singkat. Namun saat itu Lalili sudah merasa ada getaran di dalam dadanya. Dia merasakan jatuh cinta pada pandang pertamanya. Rasa itu semakin menjadi-jadi ketika mereka sering bertemu di tempat yang sama dan saling mengungkapkan perasaan hingga akhirnya Prayoga mengucap janji yang sangat mendalam pada Laili.
          “Sudah banyak aku menemukan gadis-gadis di Jakarta tapi baru kali ini aku menemukan gadis yang sopan serta sederhana sepertimu. Laili percayalah bahwa aku mencintaimu.”
          “Jangan menaruh harapan yang lebih pada gadis desa seperti saya. Kita ini berbeda. Kamu adalah orang kaya. Orang berdasi dan mempunyai rumah bagai istana. Sementara aku hanyalah gadis desa yang miskin. Aku tidak pantas mendapatkan cintamu.”
          “Cinta tidak mengenal status sosial.”
          “Ya itu menurutmu. Tapi bagaimana dengan orang tuamu. Mereka tidak mungkin bisa menerima kehadiranku dalam kehidupanmu.”
          “Laili aku mohon percayalah. Aku mencintaimu dengan segenap ragaku. Orang tuanku pasti bisa menerima kehadiranmu. Laili aku akan menikahimu sepulang aku dari Bandung nanti. Aku saat ini harus mengurus perusahaan Ayah di sana. Tapi aku berjanji akan meminangmu setelah aku pulang nanti di tempat dimana kita pertama kali bertemu.”
          “Berapa lama aku harus menunggumu.”
          “Aku pastikan dalam waktu 3 bulan kita akan bertemu lagi disini. Laili ingatlah janjiku ini. Aku mencintaimu.”
          Semua tutur kata yang diucapkan Prayoga telah tersimpan dalam memorinya. Dia benar-benar yakin bahwa Prayoga akan menikahinya. Prayoga memang pria yang baik. Namun sayang sepulang dari Bandung ketika Prayoga meminta izin untuk menikahi Laili, Ayahnya menentang dengan keras dan sama sekali tidak menyetujui itu semua. Akhirnya Prayoga tidak bisa menepati janjinya. Namun Lailli tidak mengetahui ini semua sehingga dia tetap menunggu kedatangan Prayoga yang akan menikahinya sesuai dengan janjinya beberapa waktu yang lalu. Prayoga tidak bisa menentang Ayahnya karna dia tidak ingin menjadi anak yang durhaka. Namun dia juga tidak sempat memberitahu Laili bahwa dia tak bisa menepati janjinya. Sungguh jika Laili mengetahui ini semua, dia akan merasa sangat kecewa. Namun sekarang Laili bahkan tidak mengetahui itu dan tetap menunggu Prayoga setiap hari di bawah pohon Palem hingga jiwanya terguncang.
oOo
          “Selamat ya Diana atas kesembuhan putrimu.” Sapa seorang lelaki pada Diana yang berdiri di samping suaminya sembari mengucapkan selamat.
          “Oh,ya Pak Salman. Terima kasih sudah mau datang jauh-jauh kesini. Bukankah sekarang Pak Salman sekeluarga sudah pindah ke Bandung? Tapi masih sempat mampir ke Jakarta buat menghadiri acara syukuran ini.”
          “Ya tentu saja. Lagi pula sekalian silaturahmi dan saya juga pengen ketemu dengan putri angkatmu itu. Pasti dia Gadis yang cantik dan sopan santun sepertimu. Oyea dimana dia?
          “Dia ada di halaman belakang. Saya dan Mas Bram sangat senang Sukma mau tinggal di sini dan bersedia menjadi anak angkat kami.”
          “Apakah dia Gadis yang baik? Maaf maksud saya apakah dia bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan kalian?”
          “Ya tentu saja. Walaupun dulu dia terlihat sangat kumal dan tidak tata tertib, tapi sekarang dia sudah bisa menyesuaikan diri bahkan tidak sulit untuknya.”
          “Diana boleh kah saya dan Yoga bertemu dengannya?”
          “Boleh saja. Tapi malam ini sepertinya dia tidak ingin di ganggu. Tapi jika memang ingin melihatnya silakan  saja ke halaman belakang.”
          “Wah jadi tidak enak saya jadinya. Padahal saya ingin sekali melihatnya. Siapa tau bisa menarik hati saya untuk di jadikan menantu. Hehe.”
          “Ah Pak Salman ini bisa saja. Ya kalau memang mereka cocok dan saling suka ya kenapa tidak. Hanya saja sekarang Sukma belum memikirkan tentang lelaki. Mungkin trauma yang dalam hidupnya. Bagaiman kalau Nak Yoga saja yang kesana biar Ayah mu ngobrol-ngobrol dulu sama saya.”
          “Yoga ayo kesana. Hibur Sukma. Siapa tau kalian bisa saling akrab.”
          “Tapi saya...” Prayoga mencoba mengelaknya namun tidak bisa.
          “Ayolah Nak Yoga.”Tambah Bram yang juga membujuk Yoga untuk menemui Sukma.
          Dengan hati yang terpaksa, Yoga pun menemui Sukma. Namun mustahil bagi Yoga untuk bisa menyukai Sukma meskipun Sukma itu cantik bagai bidadari karna di hatinya masih mencintai sosok Gadis desa yang beberapa waktu lalu di kenalnya. Yoga mencoba menyapa Sukma yang duduk memblakanginya di depan kolam ikan.
          “Maaf, Apakah kamu Sukma?”
          “Iyea. Siapa kamu dan mau apa?” Jawabnya tanpa memandang kebelakang.
          “Saya.... Pra,”
          Belum sempat Prayoga menyebutkan namanya namun Sukma langsung pergi meninggalkannya tanpa melihat dulu ke arah pria yang berdiri di belakangnya.
          “Tunggu...Kenapa kamu pergi.”
          “Tolong jangan ganggu saya. Siapapun kamu.” Teriak Sukma sambil berlari menjauhi Prayoga.
          “Tunggu Sukma. Kenapa kamu menjauh. Saya hanya ingin berkenalan dengan mu apa itu salah.”
          Sukma terus berlari tanpa menghiraukan apa yang di ucapkan Prayoga. Dia mencari tempat yang nyaman untuk menyendiri selain di kolam ikan. Andai saja dia tau bahwa pria itu adalah Prayoga pasti dia akan sangat bahagia. Namun sayang keduanya tidak sempat bertatap muka. Mungkin di lain waktu Tuhan akan mempertemukan mereka kembali dengan suasana yang lebih indah.

          Pak Salman, Ayah Prayoga sangat penasaran dengan Sukma. Menurut Diana dan Bram, Sukma adalah gadis yang pandai meski pendidikannya rendah. Dia baik, sopan santun dan lemah lembut. Pak Salman makin yakin bahwa Sukma adalah perempuan yang pas untuk anaknya Prayoga. Meski pendidikannya rendah, tetapi dia adalah anak orang kaya walaupun anak angkat dan sepandan dengan mereka. Dia bertekad untuk menjodohkan Prayoga dengan Sukma. Dia yakin Prayoga akan menyukai gadis itu dan bisa melupakan bayangan Laili yang dulu pernah ada. Diana dan Bram tidak keberatan dengan usul itu. Karna itu bukanlah hal yang buruk. Jika Sukma suka maka mereka akan setuju-setuju saja. Dan mereka juga mengetahui bahwa Prayoga adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Kedua orangtua itu bersepakat ingin mempertemukan Sukma dan Prayoga secepat mungkin agar keduanya bisa saling mengenal.
oOo
          “Yoga, Ayah mau menikah.” Ucap laki-laki berkumis itu dengan suara datar.
          “Dengan siapa Ayah. Saya tidak bisa menikah selain dengan Laili.”
          “Cukup Yoga !!! Buat apa kamu mengingat-ingat dia lagi. Lupakanlah gadis kampung itu. Buka matamu lebar-lebar. Sukma jauh lebih baik dari pada Laili. Sukma mempunyai masa depan yang cerah karna dia hidup dengan keluarga yang terpandang. Dia juga gadis yang cerdas. Kamu akan menyesal jika menolak perjodohan ini.”
          “Terserahlah.”
          Prayoga hanya bisa pasrah dengan Sukma yang tidak ingin mengecewakan hati orang-orang yang sudah baik kepadanya selama ini.
oOo
          Hari pertemuan itu telah tiba. Kedua keluarga ini sedang asik berbincang-bincang. Mereka sangat banhagia apa lagi jika bisa jadi besanan. Namun tidak untuk Prayoga dan Sukma. Yoga hanya diam terpaku di atas kursi dan tenggelam di antara suara-suara yang menjengkelkan baginya. Sementara Sukma merenung menatap indahnya bunga-bunga di taman belakang.
          “Nak Yoga, coba kamu temui Sukma di taman belakang.”
          “Baik Tante.”
          Suasana malam yang sepi dan sunyi mewakili perasaan keduanya yang tidak pernah menginginkan perjodohan ini. Semilir angin yang berhembus juga membawa perasaan mereka untuk merelakan semua ini. Prayoga menghampiri Sukma yang duduk di taman belakang. Prayoga belum berani bertatap muka dengan gadis itu sehinngga dia hanya berbicara dari belakang dan begitu pun sebaliknya.
          “Maaf Sukma. Bolehkah saya bertanya?”
          “sIlakan. Tanyakan apa saja yang ingin kamu tanyakan terhadap saya.”
          “Kenapa kamu menerima perjodohan ini. Bukankah kamu punya hak untuk menolaknnya. Lagi pula banyak pria yang jauh lebih baik dari saya.”
          “Kenapa kamu juga tidak menolaknya. Bukankah kamu juga punya hak sebagai seorang anak. Kamu pikir saya senang dengan semua ini. Jika bisa ditolak maka akan saya tolak. Tapi semua itu tidak mungkin saya lakukan karna saya tidak ingin mengecewakan orang tua angkat saya.”
          “Saya tidak bisa menolak keinginan Ayah. Ayah mempunyai penyakit jantung. Jika saya menolaknnya bisa saja tiba-tiba terjadi padanya. Tapi apa kamu tidak memikirkan bagaimana sebuah hubungan rumah tangga akan terjalin dengan baik jika di antara kita tidak adanya rasa cinta.”
          “Demi kebahagiaan mereka, saya rela dan ikhlas. Saya yakin kita pasti bisa menjalaninya jika kita ikhlas menerimanya. Buat apa mencintai seseorang tapi jika kita tidak bisa memilikinya bahkan cinta hanya akan membuat kehidupan menjadi hancur.”Airmata mulai berjatuhan di pipi lembutnya.
          “Apa maksudmu? Tapi dengan mencintai kita akan lebih nyaman menjalani semua ini.”
          “Jika kamu berpikir seperti itu apakah kamu bisa mencintaiku? Tidakkan. Cinta hanyalah sebuah luka. Cinta pernah merubah jiwa saya menjadi gila dan melupakan semuanya. Saya benci cinta. Saya yakin akan bahagia walau tidak dengan mencinta.”
          “Tapi saya tidak bisa. Saya hanya mencintai seseorang yang dulu pernah mengisi kehidupan saya. Mungkin kamu bisa menjalani ini semua tapi saya tidak.”
          “Kenapa kamu terima perjodohan ini jika kamu hanya ingin  menikah dengan wanita itu.”
          “Percuma Sukma. Orang tua saya tidak pernah menyetujui hubungan kami hingga aku harus meninggalkannya pergi. Entah bagaimana keadaannya sekarang dan saya juga tidak tau di mana dia sekarang.”
          Ada getaran yang dasyat di hati Sukma ketika laki-laki di belakangnya itu mengatakan hal yang pernah di alaminya dulu. Sukma terdiam dan menutup matanya lalu perlahan butiran bening itu turun di wajah cantiknya.
          “Andai saya bisa bertemu dia lagi. Saya ingin meminta maaf padanya. Saya juga ingin dia tau bahwa saya selalu mencintainya. Tak peduli dengan restu oranng tua. Saya akan selalu mencinntainya.”
          “Jika hatimu tidak bisa menerima perjodohan ini, maka pergilah. Carilah wanita itu. Kita batalkan saja ini semua..hikssshikss.”
          Sukma mencoba untuk pergi namun Prayoga menarik tangannya. Dan saat itulah mereka saling memandang. Mata Sukma terus mengalirkan bululiran bening itu. Dia terdiam dan lkidahnya terasa sangat keluh. Apakah yang di hadapannya ini benar-benar Prayoga yang telah membuatnya gila dulu atau Cuma seseorang yang mirip dan ditakdirkan Tuhan untuk bertemu dengannya. Apakah semua ini takdir? Apakah semua ini hanya kebetulan? Batinnya. Begitupan dengan Yoga yang diam membisu. Setelah beberapa menit senyap tanpa kata, Yoga mulai mengeluarkan suaranya uang terdengar kaku.
          “Sukma....Wajahmu. Wajahmu mirip kekasihku dulu. Kau mengingatkan aku dengan Laili gadis yang sangat aku cintai.” Prayoga mencoba mengusap air mata Sukma.” Sukma katakan padaku apa kamu benar-benar seorang Sukma.  Kau begitu mirip dengannya. Kenapa kamu menangis.”
          “Kamu Prayoga? Lihatlah aku. Apa benar kamu Prayoga? Apa benar kamu masih mencintai Aku. Aku ini Laili  Ga.” Sukma menumpahkan semua air matanya.
          “Benarkah kamu Laili. Kamu sungguh telah berubah..”
          “Ya saya berubah semenjak kamu pergi hingga akhirnya saya bertemu dengan Bu Diana. Menunggu cintamu adalah suatu kebodohan yang membuatku gila.”
          “Maafkanlah diri ini Laili. Saya tidak pernah melupakanmu. Ini semua hanya keadaan yang memaksaku untuk pergi.”
          “Jika kamu masih mencintaiku tolong jangan tinggalkan aku lagi Yoga.”
          “Hapuslah air matamu. Menikahlah denganku. Orang tuaku pasti akan menyetujui kita Laili.”

          Begitu kuat ikatan cinta mereka hingga Tuhan benar-benar mempersatukan mereka kembali.