Oleh
Rosita
Armah
Mahasiswa Satra
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan anak-anak tidak luput dari cerita lucu,
unik, bahkan menarik. Cerita-cerita itu biasanya berhubungan dengan imajinasi yang
mereka kembangkan sendiri. Anak-anak sangat senang dengan cerita. Untuk itu,
munculnya cerita yang dibuat khusus untuk anak-anak yang dinamakan cerita anak.
Cerita
atau sastra anak adalah sastra yang ditujukan khusus buat anak-anak. Karena
isinya sesuai dengan kehidupan mereka. Cerita anak bisa dibuat oleh anak-anak
ataupun orang dewasa.
Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak
dituntut untuk dikemas dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa
hingga dapat diterima anak dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak
merupakan pembayangan atau pelukan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam
bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk
anak, bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak
sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah temtu sengaja dan
disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya (Puryanto, 2008: 2).
Dalam makalah ini, akan dianalisis cerita anak yang
berjudul Tragedi Bitterbalen karya
Violita Maulani Ayunindia secara struktural. Analisis terhadap cerita anak
dilakukan agar kehidupan anak-anak yang terdapat dalam sastra anak bisa
dipahami oleh pembaca khususnya orang dewasa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari lata
belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana struktur Prosa anak pada
cerpen Tragedi Bitterbalen karya Violita Maulani Ayunindia?
2.
Bagaimana kehidupan anak yang terungkap
pada cerpen Tragedi Bitterbalen karya Violita Maulani Ayunindia?
BAB II
ANALISIS PROSA ANAK PADA CERPEN
TRAGEDI BITTERBALEN KARYA VIOLITA MAULANI AYUNINDIA
2.1
Analisis Struktural Cerpen anak Tragedi
Bitterbalen
2.1.1
Tema dan Amanat
Tema
merupakan Gagasan, ide, atau pikiran utama yang
mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu
yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang
menjadi pokok masalah dalam cerita.
Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu,
tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, Cerpen Tragedi Bitterbalen
mengangkat tema kecerobohan anak dalam memasak. Tema yang diungkappkan dalam
cerpen, secara langsung dapat ditangkap oleh pembaca, khususnya anak-anak.
Misalnya dalam kutipan berikut :
“Kebakaran!” teriakku spontan. Mama segera berlari ke kamar
mandi dan mengambil seember air. Aku dan Alyssa segera mengikuti apa yang
dilakukan mama ( KKPK: 109).
Atau pada kutipan berikut ini :
“Maafkan aku, Ma! Aku sudah ceroboh,” kataku masih menangis
(KKPK: 111).
“Maafkan aku, Mama. Aku tadi lupa kalau sedang menggoreng
Bitterbalen. Kalau Ayah marah gimana?” kataku sambil sesegukan (KKPK: 111)
Dari tiga kutipan di atas, tema yang diangkat dapat terlihat.
Hal itu juga diperkuat dengan judul cerpen yang sesuai dengan isi cerpen yaitu
Tragedi Bitterbalen. Judul dapat memberikan simboll terkait isi cerita.
Selain tema, dalam cerpen tersebut juga terdapat amanat.
Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implicit yaitu dengan cara
memberikan ajaran moralatau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang
terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir. Dapat pula disampaikan secara
eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran
ataupun larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
Amanat yang dapat ditangkap dalam cerpen ini diperuntukkan
untuk anak-anak. Khususnya anak-anak yang mulai suka dengan dunia masak
memasak. Amanatnya adalah meninggalkan kompor dalam keadaan menyala dapat
meneybabkan kebakaran. Selain itu, masakan yang dimasak juga akan gosong.
Amanat ini dapat dilihat dari kutipan berikut :
“Kebakaran!” teriakku spontan. Mama segera berlari ke kamar
mandi dan mengambil seember air. Aku dan Alyssa segera mengikuti apa yang
dilakukan mama ( KKPK: 109).
Atau pada kutipan berikut ini :
“Untung saja gasnya tidak meledak. Karena jika meledak api
akan lebih cepat menjalar ke seluruh rumah! Dan bisa membakar rumah tetangga.:
kata mama yang sudah mulai tenang (KKPK: 111).
2.1.2
Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan ciptaan
pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau kejadian dalam sebuah cerita.
Pada umumnya, tokoh berwujud manusia. Namun, dapat pula berwujud binatang atau
benda yang diberi sifat seperti manusia.
Tokoh yang ada dalam
cerpen Tragedi Bitterbalen adalah sebagai berikut :
1)
Violita
Violita merupakan
seorang anak yang ingin sekali belajar memasak. Berikut kutipannya :
“Iya, Ma, aku juga
ingin membuat makanan yang ada di buku resep ini!” kataku mendukung Alyssa
(Tragedi Bitterbalen: 106)
Violita juga
digambarkan sebagai anak yang ceroboh. Berikut kutipannya :
“Maafkan aku, Ma! Aku sudah ceroboh,” kataku masih menangis
(Tragedi Bitterbalen: 111).
Selain itu, Albionita
juga digambarkan sebagai anak yang mau mengakui kesalahan. Berikut kutipannya :
“Aku minta maaf
sebesar-besarnya, Yah. Karena lalai dan menyebabkan kebakaran sehingga dapur
jadi hangus,” (Tragedi Bitterbalen: 113)
2)
Alyssa
Alyssa adalah adik
perempuan Violita. Berikut kutipannya :
Suatu hari, mama meminjam buku-buk
resep makanan dari tetangga. Aku dan Adikku, Alyssa, senang sekali. Buku itu
membuat kami ngiler. Kalau dipraktikkan pasti kue-kue dan masakan itu sangat
lezat (Tragedi Biiterbalen: 106).
Alyssa digambarkan sebagai adik yang perhatian. Berikut
kutipannya L
Alyssa segera mengambil minum untukku agar aku tenang
(Tragedi Bitterbalen: 111).
3)
Mama Violita
Mama Violita
digambarkan sebagai wanita yang penyayang. Berikut kutipannya :
Mama dan Alyssa datang
ke ruang keluarga langsung memelukku (Tragedi Bitterbalen: 113).
Selain itu, Mama
Violita juga digambarkan sebagai orang yang penyabar dan bijak. Berikut
kutipannya :
“Sudah, sudah ini menjadi pelajaran
untuk Violita agar tidak ceroboh dan lebih berhati-hati,” kata Mama bijak
(Tragedi Bitterbalen: 113).
4)
Ayah
Violita
Ayah Violita merupakan sosok yang
bijaksana. Berikut kutipannya :
Setelah tenang, Ayah menasihatiku
bahwa bermain kompor sangat berbahaya. Kalau ingin memasak boleh saja, tapi
jangan meninggalkan kompor tau minta ditemani Mama saja. Ayah menjelaskan bahwa
bahaya kebakaran akibat kelalaian dapat mengancam bukan hanya korban harta,
tapi juga korban jiwa (Tragedi Bitterbalen: 112-113).
Selain itu, Ayah juga orang yang pemaaf. Berikut kutipannya :
“Aku minta maaf sebesar-besarnya,
Yah. Karena lalai dan meyebabkan kebakaran sehingga dapur jadi hangus,” kataku
terbata-bata.
“Ayah memaafkan, tapi kamu harus
lebih hati-hati lagi, ya!” kata Ayah (Tragedi Bitterbalen: 113).
2.1.3
Alur
Alur merupakan urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita .
Alur yang digunakan dalam cerpen ini adalah alur maju. Hal ini terlihat dari
kronologis cerita. Dari awal hingga alhir cerita, alur selalu digeraakkan oleh
tokoh utama dan tidak menggunakan pembayangan masa lalu pada tokoh utama.
Berikut ini kronologis kejadian dari awal hingga akhir cerita
:
1)
Mama meminjam nuku
resep masakkan pada tetangga.
2)
Alvionita dan Alyssa
meminta mama untuk mencoba salah satu resep masakkan.
3)
Mereka bertiga pergi ke
pasar membeli bahan-bahan yang dibutuhkan.
4)
Mereka membuat kue
Bitterbalen Udang Keju bersama-sama.
5)
Alviolita dan Alyssa
membawa kue ke Sekolah.
6)
Banyak teman-temannya
yang suka kue buatan mereka.
7)
Alyssa belajar
matematika bersama Mama.
8)
Alvionita merasa sangat
kelaparan.
9)
Alvionita menggoreng
kue Bitterbalen yang ada di kulkas.
10)
Alvionita meninggalkan
kompor menyala karena mengambil air minum.
11)
Mama dan Alyssa juga
meminta diambilkan air minum.
12)
Mama mencium bau
gosong.
13)
Alvionita berlari ke
dapur di ikuti oleh Mama dan Alyssa
14)
Kebakaran terjadi.
15)
Mama memadamkan api
dengan air.
16)
Api padam dan keadaan
dapur berantakkan.
17)
Alvionita mulai
menangis.
18)
Alvionita meminta maaf
pada mama.
19)
Mereka membersihkan
bekas-bekas kebakaran.
20)
Tiba-tiba Ayah datang.
21)
Mama menceritakan semua
kejadian.
22)
Ayah memanggil
Alvionita dengan nada kesal.
23)
Alvionita mendatangi
Ayah dan mengakui kesalahannya.
24)
Ayah memberikan nasihat
kepada Alvionita dan memaafkannya.
25)
Ayah memberikan usul
untuk mengecat dapur bersama-sama.
26)
Semua setuju dengan
usul Ayah.
27)
Hari minggu mereka
mengecat tembok bersama-sama.
28)
Alvionita bersyukur
mempunyai keluarga seperti Mama, papa, dan Alyssa.
Dari kronologis cerita di atas, terlihat bahwa tokoh utama,
yaitu Alvionita, awalnya belajar memasak kue Bitterbalen bersama Alysaa pada
Mama. Suatu sore, ketika Alyssa sedang mengerjakan PR bersama Mama. Alvionita
merasa sangat lapar. Lalu, ia menggreng sisa kue Bitterbalen yang ada dikulkas.
Karena meninggalkan kompor tetlalu lama, dapur pun kebakaran. Semua gosong dan
berantakkan. Papa memberikan nasihat kepada Alvilita agar tidak mengulangi lagi
perbuatannya lagi. Alvionita berjanji dan meminta maaf kepada Papa dan Mama
atas kesalahannya.
Hal itu membuktikan bahwa alur yang digunakan adalah alur maju.
2.1.4
Latar
Latar biasa disebut dengan setting. Latar adalah segala hal
yang memeberikan keterangan tempat, waktu dan suasana di dalam cerita.
Latar tempat dalam cerpen ini hanya di rumah Alvionita dan di
pasar. Kedua latar ini bisa dilihat dari kutipan berikut :
Pada hari Minggu, mama, Aku dan Alyssa pergi ke pasar untuk
memberli udang, bawang bombay, dan keperluan lainnya (Tragedi Bitterbalen:
106-107).
Juga pada kutipan berikut ini :
Mama dan Alyssa mengikutiku berlari ke dapur. Ternyata, api
sudah membesar dan mengenai atap rumah (Tragedi Bittebalen: 109).
Latar tempat juga bisa dilihat dari kutipan berikut ini :
Hari Minggu, kami membeli cat dan mengecat dapur bersama-sama
(Tragedi Bitterbalen: 114).
Selain latar tempat, cerpen ini juga terdapat latar suasana. Suasana
mencemaskan dan menegangkanyang terjadi ketika api melahap isi dapur. Berikut
kutipannya :
“Kebakaran!” teriakku spontan.
Mama segera berlari ke kamar mandi dan mengambil seember air. Aku dan Alyssa segera mengikuti
apa yang dilakukan Mama (Tragedi Bitterbalen: 109).
Suasana takut juga tergambar ketika Ayah meminta Alviolita
untuk menghadapnya. Berikut kutipannya :
“Ya Allah, semoga aku tidak dimarahi Ayah.” Doaku lirih.
Kakiku melangkah menuju ruang keluarga. Kau terus komat-kamit berdoa kepada
Allah (Tragedi bitterbalen: 112).
Selain latar tempat dan suasana, cerpen ini juga mempunyai
latar waktu. Pertama, waktu hari Minggu. Berikut kutipannya :
Pada hari Minggu, mama, Aku dan Alyssa pergi ke pasar untuk
memberli udang, bawang bombay, dan keperluan lainnya (Tragedi Bitterbalen:
106-107).
Kedua, pada waktu sore. Berikut kutipannya :
Suatu sore, mama sedang membantu Alyssa belajar Matematika di
ruang keluarga (Tragedi Btterbalen: 108).
2.1.5
Gaya
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap
pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan
gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal
yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala
sesuatu yang ada di sekitamya.
Gaya pada cerita anak tentunya disesaikan dengan usia
pembacanya. Cerpen ini memuat bahasa yang sangat mudah dipahami oleh para
pembaca. Bahasanya ringan dan tidak berbelit-belit.
2.1.6
Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan
tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal
ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
Dalam cerpen ini, penulis menggunakan sudut pandang orang
pertam. Kutipannya sebagai berikut :
Aku dan Alyssa meminta mama untuk mencoba salah satu resep
makanan yang ada dibuku itu bersama-sama (Tragedi Betterbalen: 106).
BAB III
PENUTUP
Dari hasil ananlisis
prosa anak yaitu cerpen Tragedi Betterbalen Karya Alvionita MA dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.
Umumnya, anak-anak
bersifat serba ingin tahu. Anak-anak ditumbuhi rasa penasaran yang tingga akan
suatu hal dan akan merasa puas setelah mencobanya.
2.
Pada cerpen Tragedi
Betterbalen Karya Alvionita MA
dijelaskan dampak buruk dari kecerobohan seorang anak yang lalai dengan
kompor. Kebakaran akan terjadi jika kompor dibiarkan menyala tanpa pengawasan.
3.
Amanat yang disampaikan
dalam cerpen tersebut dapat memberikan nasihat kepada anak-anak akan bahaya
menggunakan kompor sembarangan. Anak-anak akan mengerti bahwa kompor bukan
untuk mainan. Jika ingin menggunakan kompor harus dalam pengawasan orang tua
atau dengan lebih berhati-hati.
4.
Suasana yang tergambar
saat Alvionita ketakutan karena ingin menghadap Ayahnya. Ini menunjukkan bahwa
setiap perbuatan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Tidak boleh
berbuat semaunya saja.
Referensi
Puryanto, Edi. 2008.
Konsumsi Anak dalam Teks Sastra di Sekolah.
Makalah dalam Konferensi
Internasional Kesusastraan XIX HISKL
Rosyid, Abdur.
2009. Unsur-unsur Intrinsik dalam
Prosa. https://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam-prosa/ (diakses 05 Mei
2015 pukul 12.27 )